Pages

Sunday, September 8, 2019

Ssst.. Ada AS di Demo Hong Kong

Jakarta, CNBC Indonesia - Demo kembali terjadi di Hong Kong pada Minggu (8/9/19). Ini menandakan demo anti-pemerintah telah memasuki minggu ke 14 berturut-turut di kota yang masih jadi bagian dari China itu.

Seperti beberapa demo sebelumnya, unjuk rasa kemarin juga diselingi bentrokan antara pendemo dengan petugas polisi. Namun, ada yang unik dari demo kemarin, yaitu saat para pendemo berbaris di depan kantor konsulat Amerika Serikat (AS) untuk meminta dukungan AS.

Dalam kesempatan itu, ribuan pendemo yang membawa bendera AS meminta bantuan negara yang dipimpin Presiden Donald Trump itu untuk mendukung perjuangan mereka. Para pendemo dikabarkan meneriakkan slogan-slogan dalam bahasa Inggris, seperti "Berjuang untuk kebebasan! Berdirilah bersama Hong Kong!".


Aksi ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan dalam hubungan dagang antara AS-China.

Demo di depan konsulat berjalan damai. Meski begitu polisi anti huru hara tetap ada di lokasi untuk membubarkan pendemo, seperti dilaporkan media Al-Jazeera.

Setelahnya, pada Minggu malam, kelompok demonstran beralih dari pusat kota untuk berkumpul di distrik perbelanjaan. Di wilayah itu barulah bentrokan terjadi, di mana polisi dikabarkan menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka.

Mengutip Reuters, saat berdemo di depan kantor konsulat, ribuan pendemo menyanyikan lagu kebangsaan AS Star Spangled Banner dan meminta Presiden Trump untuk "membebaskan" kota itu.

Menanggapi hal ini, seorang komentator politik China yang berbasis di Hong Kong Willy Lam dan rekan senior di Jamestown Foundation, sebuah think-tank kebijakan global non-partisan yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa para pendemo sengaja melakukan aksi itu untuk mendapat perhatian internasional.

"Salah satu dorongan utama dari strategi mereka adalah untuk menginternasionalkan masalah ini," kata Willy Lam.

"Mereka telah memperoleh keberhasilan yang cukup besar dalam meningkatkan profil mereka." Tambahnya.
Demo yang sudah terjadi sejak Juni di Hong Kong ini awalnya dipicu oleh rencana pemerintah menerapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang memungkinkan pelaku kriminal dikirim dan diadili di China.

Namun, warga Hong Kong menganggap keputusan itu merupakan bentuk merebut kebebasan mereka.

Pekan lalu, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah mengumumkan penarikan penuh dari RUU tersebut. Sayangnya, banyak pihak menyebut langkah Lam sudah sangat terlambat untuk dilakukan sehingga tidak bisa menghentikan unjuk rasa.

Dari sisi AS, sebelumnya pemerintah Trump dikabarkan meningkatkan tekanan ke China terkait keputusannya dalam menangani pendemo Hong Kong.

Trump dikabarkan telah mengatakan bahwa pembicaraan dagang yang telah direncanakan antara negaranya dengan China bisa saja dibatalkan apabila China mengirim pasukan militer ke Hong Kong.

Pernyataannya itu semakin memperumit hubungan kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu setelah kedua negara saling menerapkan tarif tambahan pada barang masing-masing pada awal bulan ini.

[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/34wv1Cf
via IFTTT

No comments:

Post a Comment