Pages

Thursday, September 12, 2019

Harga SUN Kemarin Menguat Karena Rupiah, Hari Ini Bagaimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga wajar obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat pada perdagangan Kamis kemarin (12/9/2019) seiring dengan menguatnya rupiah hingga menembus level psikologis Rp 14.000/dolar AS.Naiknya harga wajar surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.

Pada perdagangan Jumat ini (13/9/2019), PT Pilarmas Investindo Sekuritas memprediksi pasar obligasi akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas.

"Seperti biasa, hari ini sarapan bubur ayam special telah tersedia dari Bank Sentral Eropa.

Pada akhirnya Bank Sentral Eropa memangkas tingkat suku bunga depositonya dari sebelumnya -0,4% menjadi -0,5%. Hal ini merupakan sesuatu yang dilakukan oleh Mario Draghi sebelum dirinya digantikan oleh Christine Lagarde bulan depan," tulis riset harian Pilarmas, dikutip CNBC Indonesia, Jumat pagi ini.


Kemarin, Data IBPA menunjukkan menguatnya harga wajar SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.Seri acuan yang paling menguat harga wajarnya adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield wajar 4,09 basis poin (bps) menjadi 7,21%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

 


 

Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 0,34 poin (0,13%) menjadi 260,93 dari posisi kemarin 260,59.

Penguatan SBN kemarin juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 553 bps, melebar dari posisi kemarin 552 bps.

Yield US Treasury 10 tahun turun 0,8 bps hingga 1,72% dari posisi kemarin 1,73%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai menghilang sejak kontraksi AS-China mereda pekan lalu, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.

Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

 

 

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.011,61 triliun SBN, atau 38,43% dari total beredar Rp 2.632 triliun berdasarkan data per 9 September.

Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 118,36 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 1,04 triliun dan sejak awal bulan sudah surplus Rp 2,01 triliun.

Penguatan di pasar surat utang kemarin juga terjadi pada rupiah di pasar valas, yang naik 0,5% menjadi Rp 13.985 per dolar AS. Di sisi lain, pasar saham masih melemah 0,62% menjadi 6.342 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju terjadi penguatan sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.

Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen positif terkait dengan stimulus yang diberikan Bank Sentral Eropa malam ini, sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.

 

 
TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(irv/tas)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2ZYXrFr
via IFTTT

No comments:

Post a Comment