Pages

Monday, September 9, 2019

Deposito vs Obligasi, Pilih Mana Hayo

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) memperkirakan hingga akhir tahun ini masih akan ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan setidaknya sebesar 25 bps (basis poin).

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan hingga akhir tahun inflasi diperkirakan masih akan stabil di level 3,4% sehingga ada potensi BI untuk menurunkan suku bunga acuannya ketiga kali di tahun ini.

"Kita melihat bahwa dengan inflasi yang relatif stabil di 3,4% atau di tahun depan 3,3% ini mungkin ada ruang BI akan memangkas kembali suku bunga acuannya 25 bps sampai akhir tahun," kata Andry dalam gelaran market outlook di Plaza Mandiri, Senin (9/9/2019).


Lalu, bagaimana dampaknya ke investasi surat utang dan deposito sampai akhir tahun?

Kepala Riset Fixed Income PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengemukakan jika BI kembali menurunkan suku bunga di tahun ini akan membuat pasar obligasi akan menjadi lebih menarik ketimbang dengan deposito.

"Kan kalau terakhir LPS [Lembaga Penjamin Simpanan] baru guarantee deposite rate itu terakhir 6,25% sampai September, nanti juga kan turun lagi mestinya karena BI rate [BI 7-Day Reverse Repo Rate] turun. Jadi kemungkinan suku bunga turun ya obligasi menjadi lebih menarik," kata Handy di kesempatan yang sama.

Dia menjelaskan, hingga akhir tahun ini tingkat imbal hasil (yield) obligasi negara 10 tahun masih akan berkisar 6,75%-7% sehingga masih ada perkiraan penurunan 60 bps-70 bps penurunan di posisi saat ini.

Menurut Handy, valuasi obligasi negara Indonesia dinilai masih lebih rendah dibanding dengan negara-negara berkembang (emerging market) lainnya seperti Filipina (4,40%), Rusia (7,20%) dan India (6,50%).

Selanjutnya, demand pasar obligasi dalam negeri dinilai masih tinggi dengan penurunan tingkat suku bunga acuan BI. Bank dan institusi lainnya seperti dana pensiun dan asuransi di tahun ini telah meningkatkan permintaannya untuk instrumen yang diterbitkan oleh negara ini, apalagi jika tingkat suku bunga acuan diturunkan yield obligasi negara akan menjadi menarik untuk investasi jangka panjang.

Faktor pendorong terakhir adalah dari sisi supply obligasi oleh pemerintah. Di tahun ini pemerintah kembali menerapkan strategi front loading atau strategi penerbitan lebih awal.

Dia menjelaskan, kebutuhan penerbitan surat utang pemerintah di tahun ini mencapai Rp 840,5 triliun, sedangkan sampai 3 September 2019 pemerintah telah merealisasikan penerbitan senilai Rp 678 triliun.

Dengan demikian sampai akhir tahun nanti diperkirakan nilai penerbitan diperkirakan hanya akan mencapai Rp 84,2 triliun dan rerata nilai penerbitan per lelangnya mencapai Rp 13,5 triliun.

"Kan sudah issued banyak nih jadi ke depannya jauh berkurang. Jadi kalau supply-nya berkurang, kalau pengen nyari barang kan harus di secondary market biasanya harganya lebih tinggi karena investor mau melepas barangnya kalau harganya lebih bagus," terang dia.

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/305KtSq
via IFTTT

No comments:

Post a Comment