Jakarta, CNBC Indonesia - Analis memproyeksikan negara-negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama Rusia atau aliansi OPEC+, akan melakukan lebih banyak pemangkasan produksi minyak ke depan guna menjaga suplai sehingga harga komoditas ini bisa terjaga.
Aliansi OPEC Plus itu diperkirakan akan memperpanjang perjanjian yang sudah ada untuk memotong 1,2 juta barel per hari hingga Juni tahun depan. Perjanjian ini sebelumnya telah ditetapkan dan seharusnya akan berakhir pada Maret mendatang.
Kepala Strategi Komoditas Global RBC, Helima Croft, mengatakan isu perpanjangan periode pemangkasan ini pertama kali dikemukakan oleh Menteri perminyakan Irak Thamer Ghadhban.
Pada Rabu (4/12/2019), Ghadhban mengatakan kepada Dan Murphy dari CNBC International di Wina, Austria, bahwa pemotongan produksi minyak saat ini tidak cukup dalam menjaga harga minyak naik, sehingga aliansi OPEC+ harus memangkas lebih dari 400.000 barel lagi per hari.
Namun, Croft mengatakan meski tampaknya OPEC telah menyetujui pemotongan yang lebih besar, tetapi hal ini tidak dibahas pada pertemuan Komite Teknis Bersama pada hari Selasa lalu. Lembaga ini bertugas memantau kesepakatan produksi.
Croft mengatakan komentar Ghadhban telah membuat gempar organisasi dan mendorong harga minyak naik sekitar 4% pada Rabu.
"Jika rencana [pemangkasan produksi lebih lanjut] itu untuk memberi kejutan, ini membuat berantakan," kata Croft. "Masalah dengan menteri perminyakan Irak yang membocorkan informasi ini di luar sana adalah sekarang ia telah menciptakan ekspektasi di pasar," katanya dikutip CNBC International, Kamis (5/12/2019).
"Sekarang jika mereka akhirnya hanya memperpanjang masa pemotongan [produksi], dan tidak menambah jumlahnya, dan hanya melanjutkan perjanjian [lama] hingga Maret, itu adalah hasil yang [bernada] bearish [turun bagi harga minyak]. Dia benar-benar merusak segalanya," tegas Croft.
Sementara Ghadhban, saat diwawancarai CNBC International mengatakan OPEC bisa menambah jumlah pemotongan sebanyak hampir 2 juta barel per hari (bph). Namun, ia juga menyebut posisi Amerika Serikat (AS) yang lebih banyak memproduksi minyak saat ini, juga harus ikut menyumbang pemotongan.
Irak saat ini merupakan produsen OPEC terbesar kedua dan termasuk negara yang belum memenuhi kuota pemotongannya.
"1,6 [juta bph] ... Saya pikir itu akan lebih efektif, tidak diragukan lagi," kata Ghadhban. "Itu akan memperbaiki situasi dalam penawaran dan permintaan minyak. Dan bukan hanya OPEC sekarang yang merupakan pemain utama - OPEC menyumbang minyak sekitar 30%, dan produsen nomor satu adalah AS. Jadi ada realitas baru di dunia."
Pada Selasa lalu, analis JPMorgan di London mengatakan dalam sebuah catatan bahwa dalam kasus dasar riset mereka soal minyak adalah mempertimbangkan pemotongan di angka 300.000 barel per hari, dan paling tinggi di atas 1,2 juta barel per hari saat ini.
JPMorgan menilai fokus OPEC saat ini menyoroti produksi minyak serpih (shale) AS, dan tidak lagi mau memberikan 'keuntungan' bagi negara yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump itu.
"AS sekarang memproduksi 12,9 juta barel per hari, lebih dari Arab Saudi dan Rusia." Lapornya.
Lebih lanjut, analis JPMorgan mengatakan Arab Saudi, yang turut melakukan pengurangan produksi, mungkin setuju untuk membatasi produksinya menjadi 10 juta barel per hari, dari 10,3 juta barel.
Simak kenaikan harga minyak dan emiten migas
(tas/tas)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/389ohMs
via IFTTT
No comments:
Post a Comment