Pages

Tuesday, September 10, 2019

Pasar Keuangan Masih Positif, Tapi Awas Rapuh.. Kayak Kamu

Jakarta, CNBC Indonesia - Tampaknya investor boleh sumringah lagi karena hari ini, pasar keuangan global diprediksi masih akan menerima angin positif dari ekspektasi stimulus ekonomi Eropa dan Jerman yang rencananya akan digelontorkan pekan ini.

Sayangnya, kondisi positif itu masih terjadi dan masih bergantung pada absennya kekhawatiran terhadap perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang masih vakup baku ancam jelang kopi darat kedua negara bulan ini dan awal bulan depan.

Kondisi itu, meskipun membuat dunia ambil nafas sejenak dari roller coaster hubungan Beijing-Washington, berada di atas rapuhnya ekonomi dunia, bukan sesuatu yang pantas dibanggakan memang.


Kemarin pasar keuangan regional masih setengah hati, karena sebagian masih dipengaruhi oleh lebih besarnya harapan terhadap lancarnya pemberian stimulus moneter dari negara-negara ekonomi terbesar dunia.

Di sisi lain, kondisi pasarnya dipengaruhi oleh sentimen negatif kenaikan inflasi China yang masih menjadi level tertinggi sejak Februari 2018 dan turunnya harga produsen China dengan laju terdalam sejak 3 tahun terakhir.

Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 10 poin (0,16%) menjadi 6.336, yang terselamatkan penguatan di sesi jelang penutupan (pre-closing) dan sesi setelah penutupan pasar (post-trading).

Perdagangan kemarin dimulai dengan apresiasi sebesar 0,09% ke level 6.331,73, IHSG menghabiskan mayoritas waktunya hingga jeda siang hari di zona hijau. Namun pada sesi dua, IHSG sempat tergelincir ke zona merah untuk waktu yang lumayan lama padahal data penjualan ritel Indonesia periode Juli yang dirilis pagi hari seharusnya cukup membuat pasar memiliki fundamental yang kuat menjelang sesi sore.

Data ritel naik menjadi 2,4%, ternyata di atas prediksi 2,3% dan sangat jauh di atas kinerja bulan sebelumnya yang dibukukan -1,8%.

Beruntung, menjelang menit-menit akhir perdagangan IHSG berhasil menanjak ke zona hijau. Per akhir sesi dua, indeks saham acuan utama domestik tersebut ditutup positif dan menandai apresiasi beruntun selama 5 hari terakhir.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+2,65%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,33%), PT Inti Bangun Sejahtera Tbk/IBST (+17,77%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,08%), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (+2,8%).

Transaksi yang tercipta kemarin di pasar saham mencapai Rp 8,13 triliun dengan investor asing masih membukan aksi jual bersih (nett foreign sell) tipis di pasar reguler Rp 199,5 miliar, meskipun aksi jual di seluruh pasar (bersama dengan pasar negosiasi dan pasar tunai) lebih besar lagi yaitu Rp 438,82 miliar.

Angka itu menggenapi angka jual bersih asing di pasar reguler saja sejak awal tahun menjadi Rp 11,1 triliun, bukanlah hal yang baik karena masih terjadi defisit besar di angka tersebut.

Di pasar obligasi rupiah pemerintah, kemarin lelang rutin obligasi pemerintah cukup ramai dan mencetak rekor penerbitan tertinggi sejak 18 Juni. Ramainya lelang terjadi di tengah penguatan pasar akibat voidnya kekhawatiran perang dagang, untuk sementara waktu.

Nilai penerbitan surat utang negara (SUN) dalam lelang mencapai Rp 23,25 triliun, di atas rerata sejak awal tahun Rp 21,33 triliun dan dari penerbitan lelang terakhir Rp 17,3 triliun.

Jumlah penawaran dari peserta lelang mencapai Rp 44,72 triliun, lebih tinggi daripada lelang sebelumnya Rp 29,1 triliun meskipun masih lebih rendah daripada rerata per lelang sejak awal tahun Rp 49,37 triliun.

Positifnya pasar keuangan domestik mendukung hasil lelang sehingga membuat pelaku pasar agresif dalam melempar permintaan dalam lelang. Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat hari ini dan menggenapkan reli yang terjadi sejak Rabu pekan lalu.

Turunnya tensi perang dagang juga didukung potensi penurunan suku bunga di Uni Eropa dan AS dan memberikan angin segar di tengah paceklik sentimen positif sejak retalisasi dilancarkan China terhadap kebijakan penaikan tarif sepihak AS.

Pergerakan paling positif dialami seri acuan FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 7 basis poin (bps) menjadi 7,69%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Selain FR0068, ketiga seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Di pasar valas, rupiah ambil nafas dulu kemarin setelah 4 hari menang lari dari dolar AS dengan meyakinkan, di atas 1% setiap harinya. Pada penutupan pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp 14.045 yang berarti rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,04%. Selepas itu, gerak rupiah tidak terlalu dinamis. Rupiah memang cenderung melemah, tetapi tipis-tipis saja.



BERLANJUT KE HAL 2
(irv)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2I1VSwh
via IFTTT

No comments:

Post a Comment