Pages

Sunday, September 8, 2019

Menanti Data Inflasi Dunia dan Realisasi AS-China

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan domestik sepanjang pekan lalu ditutup menghijau, kecuali untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang meskipun lebih banyak ditutup di zona hijau tetapi tidak mampu menutup koreksi yang terjadi di awal pekan.

Minat investor terhadap aset-aset berisiko sedang tinggi, apa lagi kalau bukan karena harapan damai dagang Amerika Serikat (AS)-China.

Kementerian Perdagangan China memberi konfirmasi bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Gubernur Bank Sentral China (PBoC) Yi Gang telah menelepon Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. Mereka sepakat untuk melanjutkan dialog dagang di Washington pada awal Oktober.


"Semua isu akan dibahas di sana. Pencurian hak atas kekayaan intelektual, liberalisasi jasa keuangan, cyber space, pembelian produk-produk AS, termasuk halangan tarif dan non-tarif. Anda sebut saja. Kalau ada hasil yang memuaskan, berarti hubungan kami akan membaik," ungkap Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow, seperti diwartakan Reuters.

Pasar saham menguat tipis pada Jumat pekan lalu 0,03% menjadi 6.308 untuk IHSG, atau berarti turun 0,31% sepanjang pekan. Penguatan yang terjadi beruntun sejak Rabu hingga Jumat ternyata belum dapat menutup koreksi pada 2 hari pertama pekan tersebut.


Koreksi yang terjadi sepekan lalu juga menunjukkan bahwa pelaku pasar modal masih tidak mengindahkan perbaikan data cadangan devisa valas pemerintah pada Agustus yang naik menjadi US$ 126,4 miliar, lebih baik daripada prediksi US$ 124,8 miliar dan dari bulan sebelumnya US$ 125,9 miliar.

Penguatan juga dialami pasar surat utang negara (SUN) rupiah pada Jumat, sehingga mampu mendongkrak harga dan menekan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 0,3 basis poin (bps) menjadi 7,31%.

Pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Bedanya dibanding pasar saham, pasar SUN mampu menguat pada periode yang sama dari posisi 7,34% pada akhir pekan sebelumnya.

Penguatan pasar SUN rupiah pemerintah juga linear dengan mata uang Garuda yang menguat 0,63% sepanjang pekan lalu menjadi Rp 14.090 per dolar AS dari Rp 14180 per dolar AS.

Penguatan pasar SUN rupiah dan mata uang Garuda seakan menggambarkan minat investor global terhadap produk berisiko (risk appetite) seperti instrumen investasi di negara berkembang layaknya Indonesia turut mempengaruhi pasar pekan lalu.

BERSAMBUNG KE HAL 2

(irv)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2ZLUxV6
via IFTTT

No comments:

Post a Comment