Pages

Thursday, September 12, 2019

Buwas Buka-Bukaan Perang Lawan Para Pemburu Rente

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso kembali buka-bukaan dari segala macam persoalan bidang pangan. Dari persoalan kemarau ekstrem yang mengancam produksi pertanian, cadangan beras, impor pangan, kartel beras, dan banyak lainnya.

Berikut petikan wawancara eksklusif CNBC Indonesia dengan pria yang biasa disapa oleh Buwas ini di Jakarta, Kamis (12/09/2019).

Cadangan beras di Bulog sebanyak apa?


Sampai saat ini cadangan beras di Bulog ada 2,5 juta ton, ini untuk mengantisipasi kekeringan. Kita sudah mengantisipasi jauh hari, karena ini sudah diprediksi akan ada perubahan iklim yakni kemarau panjang, maka tidak akan ada panen tanaman. Makanya kami sudah antisipasi dengan menyerap sebanyak mungkin CBP (cadangan beras pemerintah) yang harusnya secara aturan cuma 1-1,5 juta ton, tapi kami sudah menyerap 2,5 juta ton.

Stok beras aman untuk waktu berapa lama?

Yang kita punya program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) selama 3 bulan ke depan 700.000 ton berarti kita punya 1,7-1,8 juta ton, kalau kekeringan paling tidak butuh sekitar 500.000 ton hingga akhir tahu, kalau memang beras di lapangan sudah sama sekali tidak ada. Kami akan mengeluarkan 500.000 ton tersebut untuk menutupi kekurangan yang ada, maka masih ada 1,3 juta ton. Kalau Stoknya 1 juta ton lebih kita masih aman, karena stok yang ditentukan oleh negara adalah maksimal 1,5 juta. Jadi masih aman.


Berapa bulan ke depan 1,3 juta ton ini bisa aman?

Anggap saja 3 bulan Januari, Februari, Maret, tidak ada panen. Kemudian kita mengeluarkan 500 ribu ton, masih ada 800 ribu ton. Masih aman. Karena setelah itu kita panen, dan menyerap sebanyak-banyaknya, dengan cadangan yang ada sekarang, kita tidak akan impor beras.

Saat Anda mengatakan tidak perlu impor beras dan dibuktikan, apakah tahun ini juga?

Iya, 2019 kan tidak ada impor beras.

Bagaimana dengan tahun depan?

Bila cuaca memungkinkan kita tidak akan impor lagi. Ini adalah satu bentuk kehadiran negara untuk kepentingan petani. Jadi kita menyerap hasil pertanian dalam negeri, makanya kita tidak perlu impor, kita berpihak pada petani.

Gagal panen sudah diprediksi, antisipasinya seperti apa?

Kita secara menyeluruh, baik yang produksi beras maupun tidak. Dari jauh hari kami sudah mencadangkan dan menyiapkan seluruh cadangan beras di seluruh wilayah Indonesia, sesuai dengan prediksi kebutuhan. Makanya sekarang sudah disiapkan secara merata sesuai dengan kebutuhannya.

Sejak bulan apa disiapkan?

Kami sudah menyiapkan sejak Maret. Kita kan menyerap pada Maret, kemudian prediksi kami kebutuhan cadangan di setiap wilayah kan berbeda-beda. Itu yang kita dorong begitu menyerap langsung didistribusikan ke daerah-daerah yang defisit.

Dari Maret sudah diserap kemudian baru dipakai pada Januari, ada penurunan kualitas tidak?

Tentu, tapi kan kemarin kita BPNT rastra (beras sejahtera) dipakai, kemudian kalau ada bencana, ataupun operasi pasar. Jadi kita berputar, kita juga masih menyerap di wilayah yang masih memproduksi beras. Jadi ini bukan harga mati hanya 2,5 juta ton, jadi bisa bertambah terus dan sambil menyalurkan kalau ada bencana.

Terkait dengan harga pada Agustus sudah mengalami kenaikan harga, padahal bapak bilang masih ada cadangan?

Mau tidak mau kalau tidak ada panen, pasti harga akan meningkat karena kebutuhan kan stabil. Sedangkan barangnya sudah sedikit, maka harganya mahal. Tapi kami ada operasi pasar untuk stabilisasi harga, karena kita sudah menyerap banyak dan harus menjual di harga tertentu, inilah yang dipakai untuk stabilisasi harga. Maka terus kita gelontorkan untuk stabilisasi harga di lapangan.

Harga pasti akan meningkat dan kami akan mengimbangi dengan operasi pasar agar harga bisa tetap stabil.

Ini kan mendorong inflasi?

Maka itu kami tetap menjaga supaya inflasi tidak meningkat, makanya kami operasi pasar dengan harga yang murah. Jadi akan mempengaruhi dengan tidak meningkatkan inflasi. Kita kerjasama dengan Kementerian Pertanian dan lembaga lain, datanya kan ada di BPS ataupun BI.

Kementan Pesimistis soal gagal panen?

Bukan pesimistis gagal panen tetapi peringatan. Siklus kan selalu ada, kalau kita gagal panen produksi pasti kurang. Untuk itu harus disiapkan, itulah gunanya Bulog. Kami siapkan cadangan pangan, supaya kalau gagal panen kebutuhan bisa dipenuhi.

Kalau melihat data Kementan ada 100 ribu hektar yang akan gagal panen, tapi sebenarnya berapa banyak yang sudah benar-benar gagal panen?

Ini data dari Mentan (Menteri Pertanian) kan benar adanya, beliau kan yang membidangi pertanian. Data yang akurat kan ada di BPS, dan kami menggunakan data tersebut. Artinya kami sudah antisipasi jauh-jauh hari kalau ada gagal panen. Kami sudah antisipasi dengan 2,5 juta ton beras, kan itu sudah melebihi aturan yang ditentukan. Ini untuk mengantisipasi kenaikan harga, kebutuhan.

Mentan memang bilang akan terdampak cuaca dan gagal panen, tapi sudah kami siapkan.

Jadi Bulog memastikan tidak akan ada impor hingga akhir tahun?

InsyaAllah tidak ada. 2019 sudah pasti tidak akan impor.

Sinergi Bulog dan Kementan untuk mengamankan pangan?

Bulog tugasnya menyerap pangan khususnya beras, untuk cadangan beras pemerintah. Kalau Kementan kan membina pertanian untuk memproduksinya, dan tidak hanya beras.

Tapi Kementan juga bekerja keras untuk memaksimalkan produksi beras, dan sudah dilakukan. Maret-April yang lalu kami sudah menyerap hasil itu. Kemarin juga masih ada kita menyerap, Juli-Agustus, sementara September ini kami akan menyerap di beberapa wilayah. Berarti kami sudah bekerjasama apa yang diproduksi akan kami ambil untuk cadangan beras pemerintah tapi kan sebagian untuk konsumsi masyarakat.

Penyerapan September berapa?

Sekitar 120 ribu ton. Sebenarnya satu tahun ini kami menargetkan 1,8 juta ton menyerap. Yang sudah terealisasi 53% sudah 900 ribu ton. Kenapa kami tidak bisa mencapai target 1,8 juta ton? Sebenarnya mudah, beras yang diserap Bulog akan bisa disalurkan.

Sehingga anggota kami di lapangan membatasi penyerapan, sebelum ada jaminan BPNT. Ini kan program pemerintah, harusnya dengan beras pemerintah dan tugas Bulog adalah menyerap beras pemerintah supaya tidak impor, makanya harus digunakan untuk masyarakat.

Makanya dari Kementerian Sosial menetapkan kalau beras BPNT ini harus dari Bulog sebagai koordinator. Sekarang harusnya kami terealisasi dengan baik. Tinggal kami menghadapi oknum yang di lapangan.

Seberapa berpengaruh oknum di lapangan itu?

Sangat besar pengaruhnya, baik melalui tengkulak, atau kelompok kartel beras. Yang terealisasi kita lihat adalah adanya BPNT, kan ini permainan dari kartel dan oknum itu sendiri. Karena mereka menurut saya tidak manusiawi, beras ini kan untuk masyarakat yang kurang mampu tetapi mereka memanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Akhirnya masyarakat yang tidak mampu mendapatkan yang tidak sesuai dengan program presiden. Misalnya berasnya dikatakan premium tetapi ternyata medium, dan harganya harga premium. Jadi keuntungannya diambil oknum. Ini yang mau kami tertibkan, biar bagaimanapun kita harus memuliakan masyarakat yang tidak mampu.

Sekarang sudah jelas Bulog menjaga kualitasnya, bahkan beras yang digunakan untuk BPNT ini dengan kerja sama dengan BPOM dan Kementerian Kesehatan, sudah diproses ada vitaminnya. Berarti negara hadir untuk kepentingan masyarakat miskin menghadirkan beras berkualitas.

Tetapi dari jaringan kartel selalu mengangkat bahwa beras Bulog kan berkutu, bau, dan tidak bagus. Supaya tidak mendapatkan kepercayaan, jadinya dikuasai kartel, yang rugi adalah masyarakat kita juga.

Dikatakan tadi ada oknum yang bermain, lalu bagaimana solusinya?

Saya kan punya tim untuk evaluasi lapangan, dan akan disampaikan kepada satgas pangan kemudian dilakukan penegakan hukum. Tetapi ada juga yang tertangkap tangan dan langsung diserahkan kepada kepolisian untuk penegakan hukum.

Ini sudah berjalan. Jumlah yang dilaporkan persisnya belum tahu, tapi setiap ditemukan saya kerja sama dengan kepolisian untuk dibuatkan laporan. Setiap kali kami operasi lapangan, harus didampingi oleh satgas pangan sehingga kalau ditemukan langsung ditangani oleh satgas pangan.

Sifatnya perorangan atau korporasi yang sudah tertangkap?

Ada yang perorangan dan ada korporasi.

Ketika sudah ditangani harapannya menjadi peringatan kepada yang masih bermain?

Harapannya begitu, jangan kira kami tidak mengawasi, jangan kira masalah itu tidak dikaji secara hukum. Ini supaya tidak terjadi kembali. Evaluasi saya, saya minta kepada presiden bahwa BPNT berasnya harus dari Bulog, dari pemerintah supaya terjamin.

Jadi semua jelas, kalau ada yang jelek berarti Bulog. Kalau sekarang kan tidak jelas. Supaya kita tidak lagi masyarakat penerima manfaat BPNT dirugikan, oknum-oknum ini harus diselesaikan.

Seberapa besar oknum-oknum ini mempengaruhi harga?

Untuk saat yang lalu besar, karena mereka yang menguasai pasar, jejaring sehingga harga dan kualitas mereka yang atur. Suplai mereka harga mereka, ini yang saya kikis.

Ini kan bantuan negara, masa dimainkan. Kan tidak boleh? Kan uang yang digunakan yang sekarang di mensos (menteri sosial) dengan jumlahnya Rp 60 triliun kan itu untuk masyarakat kurang mampu. Beberapa oknum memanfaatkan anggaran itu untuk keuntungan.

Kerugian negara berapa banyak?

Yang punya kewenangan bukan saya, tapi dari penyidikan dari Polisi, KPK, Kejaksaan. Harus ada sinerginya. Harus bersama menyelamatkan uang negara.

Beralih ke daging, pemerintah akan mengimpor daging 30 ribu ton dari Brazil ke perum Bulog, apakah sudah ada surat penugasan?

Surat penugasan sudah ada, tapi izin impor belum ada. Tidak mudah karena daging sudah dipastikan kualitas bagus, dan harus ada rekomendasi MUI, proses pemotongan gimana, sekarang belum masih ada prosesnya karena belum ada izin impor. Yang mengeluarkan nanti dari Kementan.

Setelah ada izin impor berapa lama yang dibutuhkan, sampai bisa merealisasikan?

Bisa 1 minggu, dan kami bisa lelang.

Berarti kalau sudah keluar sekarang, bulan depan sudah bisa impor?

Bulan depan kalau sudah ada izinnya, langsung bisa lelang dan tender. Tapi surat penugasan di Kementan belum selesai dan mudah-mudahan dalam waktu dekat.

Tujuan negara memberikan penugasan pada Bulog dalam rangka menstabilkan harga. Harga Rp 80 ribu, kenapa tidak. Hanya saja tidak boleh mematikan peternak.

Suplai paling banyak dari sapi yang digemukkan perusahaan-perusahaan itu kan kerja sama dengan Australia, dimonopoli, makanya tinggi harganya. Kalau ada kompetitor dari Brazil atau Argentina, New Zealand, mana yang menguntungkan kita ambil. Makanya kami pelajari Brazil, bisa signifikan tidak menurunkan harga.

Impor ini bisa menurunkan harganya tidak. Daging sapi dari Brazil atau Selandia Baru jauh lebih murah?

Saya bandingkan memang jauh bisa menurunkan harga secara drastis, tapi harus mementingkan kepentingan peternak lokal. Pertimbangan Brazil karena harganya lebih murah, karena cara berternaknya modern, produksi tinggi. kalau kita kan rendah produktivitasnya. Kita kebanyakan bawa sapi bakalan dari Australia ke Indonesia dan caranya penggemukannya berbeda masih beda, ada yang tradisional makanya harga tinggi.

Kalau jarak, memang lebih jauh Brazil, harganya murah karena populasi banyak dan sudah beku, kalau sudah beku kan lebih sehat, kalau ada bakteri juga mati.

Berapa besar selisihnya antara harga Brasil dan Australia?

Nanti kita lihat nanti kita laksanakan. Belum bisa kita pastikan kemungkinan bisa 30%

Untuk kesehatannya gimana?

Nanti ada dari Badan Karantina, Kemenkes, semua akan mengecek.

Akan ada tim gabungan yang langsung melihat ke sana?

Iya pasti. kita harus ada jaminan itu semua.

Di beras ada oknum yang bermain, kalau di daging anda mencium ada oknum?

Penguasaan daging hanya dikuasai beberapa orang, sekarang harusnya tidak boleh lagi. Kenapa harga mahal, karena ada kelompok tertentu bukan hanya daging jagung, bawang putih, jadi kita terbelenggu oleh yang kaya gitu.

Oleh karena itu 9 bahan pokok harus dikendalikan oleh negara siklus impornya, gula juga begitu, garam juga gitu. Harus tahu berapa sih produksi dalam negeri kebutuhannya kekurangannya impor.

Perbaikan harus dari tata niaga impor harus dibenahi, tata niaga industri, pertanian, semua harus diperbaiki, harus evaluasi yang selama ini terjadi apa yang jadi kekurangan yang harus diperbaiki, wajar saja.

Apakah untuk daging bekerja sama dengan satgas pangan?

Pasti, termasuk jagung saya minta diawasi satgas pangan. Begitu juga oknum di dalam tubuh saya. Bisa saja, jangan kira saya ga ada oknumnya makanya harus diberantas dari luar dan dalam.

(hoi/hoi)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Q4vkks
via IFTTT

No comments:

Post a Comment