Sri Mulyani menjelaskan, penyelundupan memang sering terjadi dengan berbagai modus, meski pengawasan terus dilakukan oleh pihaknya dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
"Kita memahami modus-modus selundupan itu terjadi dengan berbagai cara," ujar Sri Mulyani di Kantor Pajak Pusat, Selasa (3/12/2019).
Dengan kondisi ini maka ia menekankan, akan mempekuat pengawasan. Salah satunya dengan bekerja sama bersama negara tetangga Singapura.
"Kemarin waktu saya ke sana dan ketemu dengan Menkeu-nya, kita akan terus meningkatkan kerja sama Bea Cukai RI dengan Bea Cukai Singapura, sehingga data yang keluar dari Singapura yang masuk ke kita lebih konsisten. Ini penting untuk valuasi ekspor impor. Ini juga menekan ruang penyelundupan," kata dia.
Namun, ia menekankan, seberapa ketat pun aturan dan usaha yang dilakukan, tindakan penyelundupan akan selalu ada. Nantinya, akan muncul banyak cara baru yang memang dilakukan para pelaku penyelundupan dan bahkan lebih canggih.
"Tapi kalau pun melakukan ini, selalu aja ada percobaan untuk lakukan penyelundupan karena ya memang pekerjaan mereka menyelundup. Jadi mereka akan melakukan. Perubahan-perubahan policy dan peningkatan kewaspadaan mereka juga akan makin canggih," jelasnya.
Ia menekankan, meski demikian pihaknya sebagai regulator akan terus memperbaiki sistem dan memperketat pengawasan.
"Jadi ya kita akan terus memperbaiki penanganan kita, intelijen kita. Pajak dan Bea Cukai bersama-sama menangani. Dari pajak dan bea cukai atau dua-duanya secara sekaligus," tegasnya.
Tak hanya Sri Mulyani, dua menteri lainnya ikut angkat bicara yakni Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Lalu, keduanya pun kompak menyerahkan masalah dugaan penyelundupan ke tangan Sri Mulyani.
Erick Thohir mengatakan masalah tersebut sampai saat ini masih dipelajari lebih jauh. Keputusan terkait masalah ini berada di Kementerian Keuangan, Direktorat Bea dan Cukai.
"Nanti sama Bu Sri Mulyani. Belum tahu masih dipelajari," kata Erick di kompleks Istana Kepresidenan.
Hal senada turut dikemukakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Menurutnya, masalah yang menyeret PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tidak bisa begitu saja ada campur tangan dari otoritas perhubungan.
"Itu adalah domainnya Bea Cukai. Itu bukan perhubungan. Silahkan Bea Cukai melakukan suatu ketentuan hukumnya. Itu enggak ada hubungan dengan kita. Sejauh ini domainnya di Bea Cukai," jelasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Soekarno Hatta berhasil mengamankan pesawat Airbus A330-900 milik Garuda Indonesia yang diduga menyelundupkan barang dengan nilai puluhan juta rupiah.
Pesawat milik Garuda Indonesia dengan rute tujuan Toulouse - Soekarno Hatta itu kedapatan membawa komponen Harley Davidson dan 2 sepeda lipat merk Brompton, serta barang mewah lainnya. Pesawat tersebut adalah salah satu unit yang dipesan Garuda dari Airbus, pabrikan Uni Eropa yang berbasis di Prancis.
Tanggapan Garuda Soal Brompton & Harley
[Gambas:Video CNBC]
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantoro mengatakan barang-barang tersebut tidak di-declare dalam manifest, tetapi disebutkan nil kargo. Artinya, manifest penerbangannya tidak ada muatan barang.
"Pesawat mengangkut 10 orang crew dan 22 orang penumpang. 10 orang crew sesuai, 22 orang ada di passanger manifest. Bersamaan dengan penumpang, ada koper dan ada box-box sejumlah 18," kata Deni, Selasa (3/12/2019)
"Dari sisi kargo, enggak ada kargo. Nil kargo. Bawaan penumpang ini. Setelah dicacah, 15 boks berisi spare part motor HD [harley davidson] dengan kondisi bekas, dan tiga boks berisi 2 unit sepeda lipat merek B [Brompton]," jelasnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, barang-barang mewah tersebut memang milik salah satu penumpang pesawat tersebut. Namun, Bea Cukai sampai saat ini masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Kita lihat dulu, apakah ada pelanggaran atau enggak. Kita lihat apakah ada larangan terbatas atau tidak. Kalau tidak, dia harus dikenai kewajiban fiskal seperti bea masuk, PPN, dan PPh," tegas Deni.
Sikap Garuda
Manajemen Garuda Indonesia angkat bicara terkait kabar yang menyebut komponen motor Harley Davidson bekas serta 2 unit sepeda Brompton masuk ke Indonesia menumpang pesawat Airbus A330-900 Neo yang baru saja diserahterimakan .
VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan mengatakan Garuda Indonesia sudah melakukan prosedur sesuai aturan yang berlaku. Dia juga menegaskan, jika memang ada bea masuk atau pajak yang harus dibayarkan, hal tersebut akan dilakukan oleh penumpang yang membawa barang tersebut.
"Kalau memang membayar pajak, si karyawan akan membayar pajak. Kalau memang perlu re-ekspor ya re-ekspor. Kita sesuaikan dengan peraturan biasa dari bea cukai, poinnya itu," ujarnya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Barang-barang tersebut diduga masuk secara ilegal menggunakan pesawat baru Airbus A330-900 Neo milik Garuda Indonesia yang baru tiba dari serah terima di Toulouse, Perancis. Terkait pesawat yang baru tiba tersebut, dia mengaku memang sudah membawa penumpang.
Dia menyebut, penumpang yang ikut serta dalam pesawat bukan penumpang yang membayar tiket secara reguler tapi undangan acara seremoni serah terima pesawat. Penumpang tersebut adalah tamu, yang menjadi tim serta undangan saat serah terima pesawat.
"Itu kan memang penjemputan pesawat. Jadi begini, kan di sana ada serah terima di Toulouse, serah terima. Ada tim ke sana, tim pesawat. Sama ada penumpang. Bukan penumpang umum yang bayar tiket. Itu tim, tamu, diundang acara serah terima acara di sana, bukan penumpang biasa," terangnya.
Dia juga mengatakan, sudah melakukan koordinasi dengan otoritas terkait termasuk di antaranya bea cukai dan pihak imigrasi. Saat pesawat tiba di Garuda Maintenance Facilities (GMF), Tangerang, Banten berlaku prosedural seperti yang berlaku secara umum.
"Perlu tau juga, GMF bounded area, dia itu bukan kawasan eksklusif. Dia juga berlaku aturan seperti aturan kepabeanan internasional. Nah, terus saat pesawat tiba, secara umum barang-barang kita declare ke petugas bea cukai, ketika pesawat kita tiba mereka sudah standby dari imigrasi sampai bea cukai, karena memang sebelumnya kita laporkan tentang ketibaan pesawat," terangnya.
Menurutnya, saat itulah semua sudah dicek, mulai dari bagasi penumpang yang menjadi tanggung jawab penumpang itu sendiri. "Tapi kan penumpang juga sudah menyatakan atas barang bagasi (self declared). Itu yang diserahkan aturan kepabeanan bukan bea cukai. Kalau memang melebihi, bayar ya dibayar," tutupnya.
Sebelumnya, Kasubdit Humas Bea Cukai Deni Surjantoro mengatakan bahwa kejadian ini terjadi ketika pesawat Airbus A330-900 yang dipesan oleh Garuda Indonesia tiba di Indonesia pada 17 November 2019. Pesawat baru tersebut didatangkan dari Perancis.
"Pada saat datang pesawat mengangkut 10 orang crew dan 22 orang penumpang. 10 orang crew sesuai dan 22 ada di passenger manifest," ujar Deni.
Nah, bersamaan dengan penerbangan tersebut terdapat 18 kotak yang dibawa di dalam kabin. Dalam pemeriksaan terungkap bahwa 15 kotak berisi berisi spare part motor HD dengan kondisi bekas. Sementara itu tiga kotak lainnya terdapat 2 sepeda Brompton baru.
(hps/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2qgu3us
via IFTTT
No comments:
Post a Comment