Pages

Wednesday, October 2, 2019

Data Suram dan Era Baru Perang Dagang Buat Straits Times Amblas

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham acuan Singapura memulai hari di zona merah pada perdagangan hari ini (3/10/2019) setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan babak baru perang dagang, bukan dengan China, tapi dengan Uni Eropa.

Indeks Straits Times dibuka anjlok 0,88% ke level 3.076,08 indeks poin, di mana dari 30 saham yang menghuni indeks acuan bursa saham Singapura tersebut, tidak ada saham yang mencatatkan kenaikan harga, 26 saham melemah, dan 4 saham tidak mencatatkan perubahan harga.

Pelaku pasar global diselimuti kecemasan baru seiring dengan pengumuman dari kantor perwakilan dagang Negeri Paman Sam yang akan mengenakan tarif pada produk impor asal Uni Eropa per 18 Oktober 2019, dilansir CNBC International.

Sebagai informasi, sebelumnya Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pesawat lainnya seperti Boeing.

Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar.

Kekhawatiran investor tentu meningkat karena era baru perang dagang akan berpotensi besar menekan laju pertumbuhan ekonomi, serta membuat pelaku industri mengurungkan niatnya untuk melakukan ekspansi usaha.

Hal ini sangat tidak menguntungkan terutama bagi Singapura yang memiliki sistem ekonomi terbuka dengan poros ekonomi bergantung pada aktifitas ekspos. Tensi dagang antara Washington dan Beijing saja sudah cukup menyakiti ekonomi Negeri Singa.

Rilis data indeks PMI manufaktur versi markit Singapura bulan September berada di level 48,3 yang merupakan nilai terendah dalam 7 tahun terakhir, dilansir dari Markit Economics.

Jumlah produksi (output) dan pesanan baru turun hampir di tingkat tertajam dalam sejarah survei, sedangkan jumlah pekerjaan melemah di laju paling tajam dalam hampir 4 tahun.

Rilis data PMI Singapura menambah rentetan hasil PMI manufaktur negara lainnya yang juga membukukan kontraksi, di mana ini memperkuat indikasi bahwa peluang terjadinya resesi dalam waktu dekat semakin besar.

Dengan demikian, wajar saja jika investor enggan menggelontorkan dana mereka pada aset-aset berisiko.

Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi lainnya dari Negeri Singa.

TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/dwa)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2na5AFO
via IFTTT

No comments:

Post a Comment