Pages

Thursday, August 29, 2019

Presiden Jokowi Diminta Hapus Kementerian BUMN di Kabinet

Jakarta, CNBC Indonesia - Sinergi BUMN Institute menyarankan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar dalam kabinet yang akan datang Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kementerian BUMN) dihapuskan karena terjadi pergeseran nilai dalam pengelolaan perusahaan pelat merah saat ini.Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan BUMN yang melakukan fungsi pelayanan publik nantinya dikembalikan pembinaanya kepada kementerian teknis agar terjadi integrasi antara program pemerintah melalui APBN dengan BUMN.

Selain itu, penunjukan direksi BUMN pun nantinya diwenangkan kepada menteri teknis yang lebih paham kompetensi dan culture yang dibutuhkan sehingga bisa saling mendukung dan mengurangi porsi APBN dalam pembiayaan layanan publik.


Adapun untuk BUMN non layanan publik ditunjuk satu BUMN sebagai super holding yang membawahi dengan pengelolaan perusahaan melalui pendekatan pure korporasi, tidak terbirokratisasi seperti saat ini yang melalui Kementerian BUMN.

"Selanjutnya menyarankan kepada Presiden Jokowi agar dalam kabinet yang akan datang Kementerian BUMN dihapuskan," tegas Achmd Yunus dalam keterangan resmi diterima CNBC Indonesia, Jumat (30/8/2019).

Pernyataan Sinergi BUMN Institute ini dirilis usai terjadi penolakan Suprajarto, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), bank dengan aset terbesar di Indonesia, yang ditunjuk tanpa pembicaraan oleh Kementerian BUMN untuk menggantikan Maryono sebagai Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN).


Keputusan itu berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank BTN pada Kamis kemarin (29/8/2019). Sebanyak empat bank BUMN memang dititahkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno untuk menggelar RUPSLB dengan agenda pergantian pengurus (direksi dan komisaris).

Terkait dengan penolakan Suprajarto, Achmad mengatakan penolakan Suprajarto yang ditunjuk sebagai Dirut BTN oleh Menteri BUMN, di mana sebelumnya merupakan Dirut BRI adalah tindakan profesional yang perlu diapresiasi.

Selama ini, katanya, perpindahan direksi satu BUMN ke BUMN yang lain dilakukan dengan tidak memperhatikan aspek-aspek profesionalisme personal direksi, menghilangkan persyaratan hard dan soft kompetensi, mengabaikan corporate culture dan semua dilakukan oleh Menteri BUMN atas nama pemegang saham.

"Penunjukan Direksi BUMN dengan sistem yang telah berjalan saat ini bukanlah bentuk penugasan dari negara melainkan penunjukan pengelolaan perusahaan secara profesional, buktinya direksi BUMN diberikan target pencapaian pendapatan, laba dan lainnya."

Atas target-target tersebut, lanjutnya, diperhitungkan pula remunerasi yang diterima meliputi gaji, tunjangan-tunjangan termasuk bonus (tantiem) yang menjadi hak para Direksi/ Komisaris BUMN.

"Karena dasar itu maka wajar kiranya jika Suprajarto menolak jabatan sebagai Dirut BTN yang hitung-hitungan profesionalnya belum jelas atau bisa lebih rendah dari BRI," kata Achmad.

Sebagai informasi, katanya, direktur utama BUMN seperti BRI bisa mendapatkan penghasilan di atas Rp 250 juta per bulan disamping fasilitas yang diterima seperti mobil dinas premium, club membership / corporate member, dan biaya representasi dalam bentuk corporate credit card, rumah jabatan, jaminan kesehatan unlimited di dalam maupun luar negeri, belum lagi honorarium sebagai komisaris anak perusahaan.

"Fakta yang diungkapkan Suprajarto bahwa yang bersangkutan tidak diajak bicara terkait penunjukannya sebagai Dirut BTN merupakan bukti bahwa terjadi ketidakprofesionalan dalam penunjukan direksi BUMN," ujarnya.

"Jangan-jangan semua direksi BUMN yang ditunjuk tidak pernah diajak bicara seperti yang dialami Suprajarto, jika benar demikian maka direksi BUMN tak ubahnya hanya merupakan barisan job seeker yang harus siap ditugaskan kemana saja tanpa mempertimbangkan faktor profesionalisme yang meliputi kompensasi, kompetensi dan corporate culture,".

[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2ZoAYlV
via IFTTT

No comments:

Post a Comment