Para serikat buruh yang tergabung dalam Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (DEN KSBSI). menyuarakan penolakan akan kenaikan iuran yang telah disepakati oleh Sri Mulyani, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan juga pihak BPJS Kesehatan. Menurut buruh, kenaikan tersebut sangat tinggi karena dua kali lipat dari iuran saat ini.
Menanggapi aksi tersebut, Wakil Ketua Kadin bidang Ketenagakerjaan Johnny Darmawan menilai hal tersebut merupakan hak setiap warga negara. Namun demo yang berlanjut seperti ini sudah membuat investor menjadi tidak nyaman.
"Pasti ada pro kontra. Bagi mereka adalah solidaritas, sementara pemerintah memberikan imbauannya. Menurut saya ini bagian demokrasi," kata Johnny kepada CNBC Indonesia, Senin (30/9/2019).
Meski demikian, ia berharap para pengunjuk rasa juga perlu memahami situasi. Keadaan pelik ini terjadi akibat perbedaan prinsip, meski pemerintah sudah menyampaikan solusinya.
"Saya berharap bisa diselesaikan bijak. Demo silakan, tapi jangan merusak, jangan radikal. Tidak meresahkan pengusaha, tidak mengganggu kegiatan usaha," tambahnya.
Sementara itu, Ketua umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pemerintah memang perlu menjelaskan kepada buruh mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disuarakan mereka. Ia berharap demo tidak terus berlangsung lama.
"Silakan saja jika ingin demo, tetapi kita tidak akan membayar," kata Ade.
Bagi pengusaha, unjuk rasa yang terjadi tidak akan berlarut-larut sebagaimana di Hong Kong. Menurut Ade, ada perbedaan semangat antara unjuk rasa di Hong Kong dan Indonesia.
"Ga akan seperti di Hong Kong," kata Ade.
Secara terpisah di hari yang sama, dua pimpinan serikat buruh KSPI dan KSPSI, Said Iqbal dan Andi Gani Nuwa Wea bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Keduanya menyampaikan keberatan atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan rencana revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2o6z4nR
via IFTTT
No comments:
Post a Comment