"Menyimpulkan bahwa di dalam proses poduksinya, memanfaatkan unsur yang berasal dari babi. Karenanya sesuai dengan fatwa-fatwa MUI sebelumnya, maka vaksin MR yang diprosuksi Serum Institute of India haram karena dalam prosesnya mengandung bahan yang berasal dari babi," kata Ni'am di Jakarta, Kamis.
Dia menjabarkan perbedaan pemahaman antara pengunaan komposisi dengan bahan baku berasal dari babi untuk vaksin dan pemanfaatan unsur dari babi untuk proses produksi vaksin.
Baca juga: MUI perbolehkan penggunaan vaksin MR
Baca juga: Kemenkes koordinasikan kelanjutan imunisasi MR dengan seluruh daerah
"Jadi berbeda dengan kandungan atau ingridient ya," kata Ni'am.
Meskipun haram, lanjut dia, penggunaan vaksin MR dari India untuk digunakan dalam pelaksanaan imunisasi MR di 28 provinsi di luar Pulau Jawa diperbolehkan atau mubah dengan persyaratan.
"Ada tiga poin, yaitu kondisi keterpaksaan darurat syar'iyyah, ada keterangan ahli yang menyatakan belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal," kata Ni'am.
Dia mengatakan dengan adanya panduan keagamaan seperti tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 diharapkan MUI di setiap daerah mengacu pada panduan keagaamaan tersebut dan tidak ada lagi penerbitan surat penundaan pelaksanaan imunisasi.
Namun demikian, Ni'am menegaskan diperbolehkannya penggunaam vaksin dengan unsur nonhalal ini tidak mengenyampingkan upaya pemerintah dalam menjamin pengobatan atau imunisasi dengan memperhatikan aspek kehalalan.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Desi Purnamawati
COPYRIGHT © ANTARA 2018
No comments:
Post a Comment